Minggu, 03 April 2016

Lebih Efektif Cegah DBD dengan Berantas Sarang Nyamuk


JAKARTA, KOMPAS — Mengantisipasi penyebaran virus demam berdarah dengue akan lebih efektif lewat pemberantasan sarang nyamuk pembawa virus. Metode ini mampu menekan jumlah penderita demam berdarah tahun 2015 di Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Ibu-ibu  kader PKK RW 005, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, memantau jentik nyamuk dalam kegiatan RW Siaga, beberapa waktu lalu. Pencegahan demam berdarah dengue  lebih  efektif lewat pemberantasan sarang nyamuk pembawa virus daripada pengasapan.
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI Ibu-ibu kader PKK RW 005, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, memantau jentik nyamuk dalam kegiatan RW Siaga, beberapa waktu lalu. Pencegahan demam berdarah dengue lebih efektif lewat pemberantasan sarang nyamuk pembawa virus daripada pengasapan. 
Sepanjang Januari hingga 11 Maret 2015 ada 34 kasus demam berdarah dengue (DBD) yang puncaknya terjadi pada minggu terakhir Februari. Jumlah ini menempati urutan kedua kasus demam berdarah paling sedikit dari delapan kecamatan di Jakarta Barat.
Menurut Koordinator Penyakit Menular dan Lingkungan Hidup Wilayah Kebon Jeruk Handoko, jumlah kasus demam berdarah di Kebon Jeruk di bawah rata-rata sejak beberapa tahun lalu karena sosialisasi pemberantasan sarang nyamuk (PSN) terus dilakukan. "Kami terus mengimbau masyarakat untuk rajin menguras bak penampungan air dan menutupnya karena jentik nyamuk pembawa virus DBD suka hidup di air bersih," katanya. 
Handoko juga menyarankan untuk menghindari pengasapan (fogging) karena efeknya tidak baik untuk kesehatan. Insektisida yang dicampur solar dalam asap akan menempel di setiap permukaan dinding dan lantai sehingga lantai menjadi licin dan sulit dibersihkan. Senyawa kimia dalam asap tersebut bisa menyebabkan iritasi kulit, gangguan pernapasan, gangguan pendengaran, dan sebagainya.
Pengasapan hanya membunuh nyamuk dewasa dan tidak berpengaruh pada jentik di dalam air. Untuk itu, masyarakat yang enggan menguras penampungan air lebih baik menggunakan ember dan sejenisnya. 
Sosialisasi PSN yang rutin di Kelurahan Sukabumi Selatan, Kecamatan Kebon Jeruk, mampu menurunkan jumlah kasus demam berdarah di wilayah ini. Selama dua setengah bulan terakhir hanya terdapat tiga kasus demam berdarah. 
Lurah Sukabumi Selatan Agus Saputra mengatakan, sosialisasi PSN dilakukan setiap Jumat sekitar pukul 09.30 dengan mengerahkan tim juru pemantau jentik yang ditunjuk untuk meninjau setiap rumah. "Kami juga mengimbau masyarakat untuk memberantas sarang nyamuk setiap sosialisasi lewat pengeras suara di masjid dan mushala," ujarnya. 


http://print.kompas.com/baca/2015/03/16/Lebih-Efektif-Cegah-DBD-dengan-Berantas-Sarang-Nya?utm_source=bacajuga

Minggu, 13 Maret 2016

Mengapa banyak pasien JKN di Puskesmas dirujuk ke Rumah Sakit?






UMI












Pasien rawat inap yang menunggu mendapatkan ruang perawatan memenuhi ruang tunggu instalasi gawat darurat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng, Jakarta Barat, Rabu (3/2).

Walau pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan primer (puskesmas), tetapi ternyata tetap banyak pasien program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dirujuk ke tingkat pelayanan sekunder (Rumah Sakit).

Tingginya kasus rujukan itu mengakibatkan penumpukan pasien di rumah sakit. Pelayanan pun menjadi terganggu karena panjangnya antrean, sementara sumber daya manusia di rumah sakit terbatas.

Menurut Ketua Bidang Advokasi dan Monev Terapan JKN untuk Masyarakat dan Kesejahteraan Dokter Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Prasetyo Widhi Buwono, idealnya 80 persen penyakit selesai di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), dan 20 persen di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL).

"Biaya kesehatan yang dihabiskan di FKTP dan FKRTL idealnya seimbang, masing-masing 50 persen. Namun, fakta menunjukkan bahwa angka rujukan tinggi. Ini diperlihatkan oleh tingginya biaya kesehatan di FKRTL (80 persen) dibandingkan di FKTP (20 persen)," katanya dalam jumpa pers evaluasi dua tahun pelaksanaan JKN, (26/2/2016), di Jakarta, seperti dikutip dari Harian Kompas (27/2/2016) .

Prasetyo mengungkapkan, tingginya kasus rujukan bukan semata-mata disebabkan kurangnya kompetensi dokter. Ada faktor lain yang ikut menyebabkan kasus rujukan tinggi, antara lain sebaran dokter yang belum merata dan kurangnya fasilitas kesehatna di FKTP.

"Penyebab tingginya angka rujukan bukan hanya kompetensi dokter, melainkan juga karena tidak tersedianya obat dan alat kesehatan yang memadai di FKTP, tidak sebandingnya jumlah dokter dengan pasien yang dilayani, serta kurangnya jumlah FKTP bagi peserta BPJS Kesehatan," katanya.

Peraturan Presden Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ditetapkan

1946092Bpjs-kesehatan780x390.jpg

Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Menurut perpres ini, iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional naik.

Dalam perpres yang ditetapkan pada 29 Februari 2016 itu dinyatakan bahwa iuran JKN untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Rp 23.000 per orang per bulan. Besaran iuran ini juga berlaku bagi PBI yang didaftarkan oleh pemerintah daerah atau integrasi jaminan kesehatan daerah dengan JKN.
Kemudian iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) juga naik, yaitu iuran PBPU kelas III Rp 30.000, kelas II Rp 51.000, dan kelas I Rp 80.000. Pada peraturan sebelumnya, iuran PBPU kelas III Rp 25.500, kelas II Rp 42.500, dan kelas III Rp 59.500. Adapun iuran untuk peserta PBI di aturan sebelumnya sebesar Rp 19.225 per orang per bulan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar berpendapat, hadirnya Perpres No 19/2016 tersebut mengejutkan karena besaran iuran peserta JKN mandiri (PBPU) dalam perpres itu ditentukan tanpa melalui pembahasan yang melibatkan para pemangku kepentingan.
Selain itu, besaran iuran yang ditetapkan dalam perpres itu tidak memenuhi unsur gotong-royong, ada ketidakadilan. Kenaikan iuran PBI tidak signifikan seperti kenaikan iuran PBPU. Seharusnya besaran iuran PBI sama dengan iuran kelas III PBPU, yakni Rp 30.000 per orang per bulan, bukan Rp 23.000 per orang per bulan seperti sekarang. "Kebanyakan peserta PBPU juga kurang mampu," ujar Timboel, Jumat (11/3), di Jakarta.
Timboel memahami bahwa kenaikan besaran iuran tersebut muncul karena defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selama dua tahun implementasi JKN. Akibatnya, setiap tahunnya pemerintah harus mengucurkan dana talangan untuk menutup defisit. Akan tetapi, kenaikan iuran yang terjadi justru tidak adil.
"Peserta PBPU yang banyak memanfaatkan JKN disalahkan terus. Sementara pemerintah tidal memiliki kemauan politik untuk menguatkan JKN dengan menaikkan iuran PBI signifikan," kata Timboel.
Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menyatakan, iuran yang kurang optimal memenuhi aspek keadilan dan gotong-royong akan menjadikan program JKN seolah hanya untuk masyarakat kecil.
Pejabat pemerintah dan mereka yang mampu tetap tidak memanfaatkan JKN. Iuran yang sudah mereka bayarkan hanya akan dianggap sebagai sumbangan.
"Belum ada keinginan politik dari pejabat pemerintah untuk menjadikan JKN program yang bagus dan kuat," ujar Hasbullah.
Satu hal yang menurut Hasbullah kurang optimal digarap BPJS Kesehatan ialah potensi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Mereka adalah calon peserta muda yang sehat dan kolektabilitas iurannya tinggi karena membayar dengan dipotong gaji.

Senin, 07 Maret 2016

Wanita Kalijodo Turun ke Jalan Cilincing, Bongkaran dan Kemayoran

WARTA KOTA, PALMERAH— Yuyun (23) (bukan nama sebenarnya), wanita penghibur asal Kalijodo ini memilih melanjutkan profesinya di Koljem Cilincing, Jakarta Utara.

Wanita berambut pendek dan berasal dari Semarang ini mengaku tidak sediri, tetapi datang bersama sejumlah temannya,

"Saya sudah seminggu di sini. Begitu Pemerintah memberikan SP 1 di Kawasan Kalijodo, ya saya langsung pindah. Saya mengundurkan diri, karena saya sih yakin, pasti dihancurin (Bangunan di Kalijodo-red) sama pemerintah. Nyatanya benar juga kan," ujarnya.

Alasan dia tidak pulang kampung lantaran harus memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta mengirimkan uang bulanan ke anaknya di kampung.

"Jujur, saya masih nyaman di Kalijodo. Walaupun kerjaannya hina, tapi ini masalahnya lain. Masalah perut mas. Setiap bulan, saya mesti transfer uang ke adik-adik saya di kampung Rp 1 juta. Saya sendiri hanya pegang Rp 800 ribu. Sisanya mengandalkan uang tip. Saya juga yakin, di sini (Koljem) bakalan ditertibkan. Makanya saya mengumpukan uang untuk pulang kampung. Dua bulan lagi mungkin ya," katanya.

Jumlah wanita penghibur di Koljem awalnya antara 30-50 orang, setelah ada eksodus dari Kalijodo meningkat hampir dua kali lipat.

Menurut pengakuan beberapa warga, para wanita penghibur ini umumnya yang tak punya uang untuk pulang ke kampung halamannya.

Wawan (33), warga di Kawasan Koljem yang berprofesi sebagai petugas keamanan mengatakan bahwa para wanita itu datang secara bergelombang.

"Rata-rata wanita penghibur baru ini asalnya dari Kalijodo," kata Wawan kepada Warta Kota, pekan lalu.

Diakui Wawan, para wanita penghibur eks Kalijodo rata-rata berumur masih muda bahkan ada yang masih berumur 19 tahun.

"Ada juga salah satu penghibur yang datang mohon-mohon minta kerjaan karena memang butuh uang untuk memenuhi kebutuhan anaknya. Ada juga yang kerja di sini sekedar menambah ongkos untuk pulang ke kampung halamannya," ujar pria berkumis tebal dan bertopi hitam tersebut.

Pantauan Warta Kota, Ka­wasan Koljem berada di ka­wasan mulai Jembatan Cilincing, hingga Ujung Tepian Muara Kali Cakung Drain Cilincing,

Tidak jauh dari situ deretan kapal nelayan yang tengah parkir di bibir Muara Kali Cakung Drain Cilincing.

Tepat di depan bibir Muara Kali Cakung Drain itu, berjejer Klub malam dan Pub.Bongkaran

Para wanita penghibur asal Kalijodo juga banyak yang hijrah ke Bongkaran Tanah Abang.

Menurut pengamatan Warta Kota beberapa waktu lalu, puluhan kupu-kupu malam terlihat berkeliaran, sebagian pada duduk di sejumlah warung tenda minuman yang berjejer di sekitar Jembatan Tinggi, seberang Blok G Pasar Tanah Abang.

Senyuman menggoda ditambah dengan balutan pakaian serba mini, tidak sedikit lelaki hidung belang beragam usia mendekat.

Tetapi, seperti kebanyakan kumbang, daun lebih muda terlihat paling banyak dicari dan laku di pasaran.

Berdiri tepat di tengah Jembatan Tinggi -perbatasan antara wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat, lokalisasi Bongkaran terlihat terbagi menjadi dua lokasi terpisah.

Lokasi pertama berada di atas dan kolong Jembatan Tinggi, sementara lokasi kedua berada jauh atau sekitar 200 meter ke arah barat dari Jembatan Tinggi di jalan inspeksi sisi Banjir Kanal Barat (BKB) yang gelap.

Pada lokasi pertama, setidaknya ada lebih dari 20 warung tenda yang berjejer di sekitar jembatan, Jalan Aipda KS Tubun dan sisi pagar PT Kereta Api Indonesia (KAI), Jalan Jatibaru arah Stasiun Tanah Abang.

Berbeda dengan lokalisasi Ibukota kebanyakan, masing-masing wanita penghibur bekerja sendiri tanpa ditemani mami (germo-red), transaksi pun dilakukan secara langsung, baik harga maupun lokasi eksekusi.

"Kalau harga mah pinter-pinter nawar aja bang, tapi rata-rata sama, Rp 150.000 ke atas. Lokasi eksekusi kebanyakan di hotel bertarif Rp 30.000/jam. Hotelnya bersih, lokasinya juga nggak jauh, tuh di situ," rayu Nur (35) sambil menunjuk jejeran hotel kelas melati di sepanjang Jalan Jatibaru Raya mengarah Stasiun Tanah Abang.

Asal Kalijodo

Menurut Nur, para wanita penghibur di Bongkaran bertambah jumlahnya sejak Kalijodo dibersihkan.

Rata-rata wanita asal Kalijodo masih berusia muda. Kehadiran wanita yang diketahui berusia lebih muda dari dirinya itu diakui menambah persaingan antar wanita di Lokalisasi Bongkaran.

"Ih, kalau di sana mah orang nggak jelas semua bang, dari Kalijodo, kalo mau maen, mendingan sama cewek di sini aja. Saya juga nggak tahu ceweknya itu kayak apa, nggak kenal bang," ungkapnya sinis.

Menyambangi lokasi kedua, suasana berbeda jelas terasa.

Temaram lampu jalan yang sebelumnya menerangi Lokalisasi Bongkaran Jembatan Tinggi tidak terlihat pada lokasi ini.

Penerangan satu-satunya hanya berasal dari kerlap-kerlip lampu LED berwarna warni yang menyala sesuai dengan tempo musik dangdut koplo yang dimainkan.

Tidak begitu jelas wajah-wajah wanita yang menjajakan diri di sini.

Namun, samar-samar terlihat bila kupu-kupu malam ini masih berusia muda dengan kisaran berusia 20 tahunan.

Selain Bongkaran, jumlah wanita penghibur yang biasa mangkal di Jalan Bekasi Timur Raya, Jatinegara, Jakarta Timur juga bertambah.

Meski tidak signifikan, jumlah tersebut bertambah sejak beberapa hari sebelum kawasan Kalijodo, Jakarta Utara dan Jakarta Barat dibongkar.

Salah seorang warga, Farisan (48) mengungkapkan akhir-akhir ini ada wajah-wajah baru yang terlihat di Jalan Bekasi Timur Raya, tempat para wanita penghibur berdiri di pinggir jalan mencari para pria hidung belang.

Hanya saja wajah-wajah baru tersebut tidak cukup banyak.

"Kayaknya sih bertambah, ada 3-4 orang yang enggak pernah kelihatan sebelumnya, tahu-tahu sekarang nongol.

Tapi enggak tahu juga pindahan dari mana, apa dari Kalijodo atau bukan," ungkap pria yang berprofesi sebagai tukang ojek tersebut, Rabu (2/3).

Ia menambahkan, kondisi tersebut sudah terjadi sejak satu minggu yang lalu.

Mereka yang baru pindah ke tempat tersebut, tidak hanya berusia muda tapi juga yang sudah setengah tua.

"Ada yang tua tapi ada juga yang muda, macem-macem lah," sambungnya.

Meski demikian, pria yang biasa menunggu penumpang di dekat Kantor Imigrasi Jakarta Timur itu mengatakan bahwa di Jalan Bekasi Timur Raya tidak banyak wanita penghibur yang mangkal.

Pasalnya terkadang ada petugas yang melakukan razia terhadap para kupu-kupu malam tersebut.

"Kalau di sini sih enggak banyak, paling belasan aja. Soalnya suka razia di sini petugas yang nangkapin mereka, kalau udah begitu nanti langsung pada kabur semua," ungkapnya. (bas/jhs/dwi)

Kamis, 03 Maret 2016

KPAI Terima Aduan Pelecehan Seksual pada Penonton Saat Konser EXO di BSD


Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memproses aduan yang disampaikan sejumlah penonton anak yang menonton konser EXO di ICE BSD pada 27 Februari 2016. Ada beberapa anak yang mengaku mengalami dugaan pelecehan seksual saat security process dengan alibo body checking.

"Saat ini ada 3 penonton perempuan usia anak yang sedang dalam proses melaporkan kejadian ini ke KPAI. Kami mengimbau, orang tua yang mengetahui anaknya menonton konser ini untuk berkomunikasi dengan anak, dan melaporkan jika memang anak tersebut juga diduga menjadi korban pelecehan seksual," jelas Sekretaris KPAI Rita Pranawati dalam keterangan pers, Kamis (3/3/2016).

Menurut Rita, hal ini penting agar anak-anak dapat segera keluar dari kondisi trauma dan mendapatkan pendampingan lanjutan secara tepat. KPAI juga mengimbau agar para korban anak ini dengan didampingi orang tua dapat melapor ke KPAI agar dilakukan advokasi secara kolektif.

"Pemeriksaan keamanan dengan dalih apapun tidak diperkenankan menyentuh bagian vital orang yang diperiksa, apalagi hal ini dilakukan dengan pemaksaan.Kondisi ini juga menimbulkan situasi trauma karena dilakukan di tempat terbuka dan ada security guard berjenis kelamin laki-laki," jelas Rita.

"Dalam konteks keamanan bandara sekalipun, tidak ada sentuhan ke tubuh karena metal detektor lebih dari cukup untuk pengawasan media perekam ataupun pemeriksaan untuk dugaan ancaman keamanan lainnya," tambahnya.

Menurut Rita, jika benar terjadi kejadian ini, maka terjadi dugaan pelanggaran pasal 76 B dan C, yaitu setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran; 76 C setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan melakukan menyuruh melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. 

"Ancaman hukuman 76 B paling lama penjara 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp 100 juta; 76C ancaman hukuman paling lama 3 tahun 6 bulan dan atau denda paling banyak Rp 72 juta. Sekali lagi, KPAI menyesalkan dugaan kejadian pelecehan seksual ini, dan menghimbau orang tua yang putrinya menjadi korban segera melaporkan kejadian ini ke KPAI," tutur dia.

"KPAI akan melakukan pemanggilan kepada para pihak penyelenggara konser ini utamanya yang bertanggung jawab dengan urusan anak," tutup Rita.

Sebelumnya saat dihubungi detikhot, Promotor Mecima Pro pernah berbicara mengenai hal ini. Mereka dengan terbuka menyatakan akan menindaklanjuti laporan dari fans yang merasa tidak nyaman dengan pemeriksaan berlebihan di konser Sabtu lalu. (Baca juga: Soal Body Checking Lebay, Promotor Konser EXO: Kalau Tak Nyaman, Laporkan!)

"Kami dari pihak promotor ingin bekerja sama dengan fans yang merasa diperlakukan tidak nyaman. Bisa email ke kami untuk nanti kami proses lebih lanjut," terang Tike Primakartika, perwakilan dari Mecima Pro saat dihubungi detikHOT lewat sambungan telepon Selasa (1/3). 
(edo/dra)

Gawat, Kawasan Monas Jadi Tempat Penyebaran Penyakit Tetanus


WARTA KOTA, PALMERAH— Siapa yang tidak mengenal Monumen Nasional (Monas). Berlokasi di pusat pemerintahan dan merupakan simbol kemerdekaan Republik Indonesia, Monastelah lama menjadi tujuan utama bagi pelancong lokal maupun yang berasal luar negeri.
Namun, sepanjang dibuka bagi umum sejak diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 12 Juni 1975 silam, Monas diketahui menjadi lokasi utama penyebaran penyakit tetanus di Jakarta.
Penyakit berbahaya yang berasal dari bakteri Clostridium sp itu baru diketahui setelah Sudin Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Jakarta Pusat saat melakukan pemeriksaan pada sejumlah feses atau kotoran kuda delman di seputaran kawasan Monas, mulai dari Jalan Medan Merdeka Utara, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Medan Merdeka Selatan dan Jalan Medan Merdeka Timur pada beberapa waktu lalu.
Dalam pemeriksaan tersebut, petugas mengambil tiga sampel feses dari satu lapak kuda delman di Silang Timur Monas. Sampel feses basah yang tercecer di sisi jalan dan trotoar diambil dan dibawa untuk diuji lab di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan, Teknologi Peternakan dan Pengujian Mutu Hasil Peternakan, Dinas Pertanian Kelautan dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yakni natif, sedimentasi dan sentrifuse bertujuan untuk mengetahui kandungan feses kuda delman. Hasil negatif patologi diketahui dalam pengujian metode natif dan sedimentasi, sedangkan pada pengujian metode sentrifuse ditemukan adanya bakteri Clostridium sp dan Strongyloides sp atau lebih dikenal cacing pita.
"Selain ditemukan kedua parasit itu dikhawatirkan ada bakteri lain yang kemungkinan bisa ditemukan, karena dalam feses kuda ditemukan juga bakteri Clostridium sp, pemicu tetanus. Bakteri ini sangat berbahaya pada manusia dan cepat menginfeksi manusia lewat luka terbuka," ungkap Mulyadi, Kasudin Pertanian Kelautan dan Ketahanan Pangan Jakarta Pusat, Rabu (2/3).
Terkait temuan tersebut, dirinya mengungkapkan akan kembali melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua kuda delman yang beroperasi di kawasan Monas. Apalagi diketahui bila kuda delman terjangkit penyakit kulit, mata dan penyakit lainnya.
"Kuda-kuda di sana akan kita periksa seluruhnya, karena bahaya. Apalagi waktu diperiksa banyak yang nggak sehat, ada yang kena penyakit kulit, mata dan lainnya. Karena memang pemiliknya tidak pernah vaksin kuda-kuda mereka, perawatan hanya seadanya, dikasih makan-minum dan mandi saja," ujarnya.
WARTA KOTA, PALMERAH— Siapa yang tidak mengenal Monumen Nasional (Monas). Berlokasi di pusat pemerintahan dan merupakan simbol kemerdekaan Republik Indonesia, Monastelah lama menjadi tujuan utama bagi pelancong lokal maupun yang berasal luar negeri.
Namun, sepanjang dibuka bagi umum sejak diresmikan oleh Presiden Soekarno pada 12 Juni 1975 silam, Monas diketahui menjadi lokasi utama penyebaran penyakit tetanus di Jakarta.
Penyakit berbahaya yang berasal dari bakteri Clostridium sp itu baru diketahui setelah Sudin Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan Jakarta Pusat saat melakukan pemeriksaan pada sejumlah feses atau kotoran kuda delman di seputaran kawasan Monas, mulai dari Jalan Medan Merdeka Utara, Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan Medan Merdeka Selatan dan Jalan Medan Merdeka Timur pada beberapa waktu lalu.
Dalam pemeriksaan tersebut, petugas mengambil tiga sampel feses dari satu lapak kuda delman di Silang Timur Monas. Sampel feses basah yang tercecer di sisi jalan dan trotoar diambil dan dibawa untuk diuji lab di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan, Teknologi Peternakan dan Pengujian Mutu Hasil Peternakan, Dinas Pertanian Kelautan dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta.
Pengujian yang dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yakni natif, sedimentasi dan sentrifuse bertujuan untuk mengetahui kandungan feses kuda delman. Hasil negatif patologi diketahui dalam pengujian metode natif dan sedimentasi, sedangkan pada pengujian metode sentrifuse ditemukan adanya bakteri Clostridium sp dan Strongyloides sp atau lebih dikenal cacing pita.
"Selain ditemukan kedua parasit itu dikhawatirkan ada bakteri lain yang kemungkinan bisa ditemukan, karena dalam feses kuda ditemukan juga bakteri Clostridium sp, pemicu tetanus. Bakteri ini sangat berbahaya pada manusia dan cepat menginfeksi manusia lewat luka terbuka," ungkap Mulyadi, Kasudin Pertanian Kelautan dan Ketahanan Pangan Jakarta Pusat, Rabu (2/3).
Terkait temuan tersebut, dirinya mengungkapkan akan kembali melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap semua kuda delman yang beroperasi di kawasan Monas. Apalagi diketahui bila kuda delman terjangkit penyakit kulit, mata dan penyakit lainnya.
"Kuda-kuda di sana akan kita periksa seluruhnya, karena bahaya. Apalagi waktu diperiksa banyak yang nggak sehat, ada yang kena penyakit kulit, mata dan lainnya. Karena memang pemiliknya tidak pernah vaksin kuda-kuda mereka, perawatan hanya seadanya, dikasih makan-minum dan mandi saja," ujarnya.

Rabu, 17 Februari 2016

Pembongkaran kawasan prostitusi Kalijodo, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara.

ahok-buka-jakarta-animal-aid-netrwork_20160216_170655.jpg
ahok-buka-jakarta-animal-aid-netrwork_20160216_170655.jpg

RIBUNNEWS.COM, JAKARTA 
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, terus melakukan kordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) DKI Jakarta, untuk rencana pembongkaran kawasan prostitusi Kalijodo, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara.
Namun, ketika ditantang untuk datang ke Kalijodo, Ahok pun tak menanggapinya dengan serius.
"Ngapain ke sana? Kalau gue tergoda gimana?" kata Ahok sambil tersenyum, ketika ditanya awak media, apakah akan mendatangi Kalijodo, di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2016).
Pertanyaan tersebut, terlontar karena sebelumnya musisi Ahmad Dhani dan pengacara kondang, Farhat Abbas, mendatangi lokasi prostitusi tersebut.
Sementara, rencananya, Ahok akan melakukan rapat untuk pembongkaran tersebut, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (17/2/2016) siang.
"Nanti di Polda, jam 2 (14.00). Saya yang ke sana," kata Ahok.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnamaatau Ahok, berencana melakukan penggusuran di Kawasan Kalijodo tersebut.
Pasalnya, kawasan termasuk dalam Ruang Terbuka Hijau (RTH). (Mohamad Yusuf)